OLEH :DIANA KUSUMASARI
Pada dasarnya, penggunaan Kartu Tanda Penduduk (“KTP”) palsu dapat dikenakan pidana karena pemalsuan surat sebagaimana diatur dalam Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), khususnya pada ketentuan ayat (2). Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut:
Pasal 263 KUHP
Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun.
Dengan hukuman serupa itu juga dihukum, barangsiapa dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau hal mempergunakan dapat mendatangkan sesuatu kerugian.
Lebih jauh, R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menjelaskan bahwa penggunaan surat palsu itu harus dapat mendatangkan kerugian. Kerugian tersebut tidak hanya meliputi kerugian materiil, akan tetapi juga kerugian di lapangan kemasyarakatan, kesusilaan, kehormatan dsb. Masih menurut R. Soesilo, yang dihukum menurut pasal ini tidak saja “memalsukan” surat (ayat 1), tetapi juga “sengaja mempergunakan” surat palsu (ayat 2). “Sengaja” maksudnya, bahwa orang yang menggunakan itu harus mengetahui benar-benar bahwa surat yang ia gunakan itu palsu. Jika ia tidak tahu akan hal itu, ia tidak dihukum. Tentunya terkait dengan tahu atau tidak tahunya pemohon itu harus dibuktikan dalam pemeriksaan oleh penyidik maupun dalam persidangan. Lebih jauh, simak artikel Ancaman Hukuman Buat Pengguna Ijazah Palsu.
Dalam hal ini, penjualan tanah milik ayah Anda oleh pelaku yang menggunakan KTP palsu tersebut tentu menimbulkan kerugian materiil bagi ayah Anda, sehingga pelaku dapat dijerat dengan pasal pemalsuan surat tersebut.
Selain itu, setiap warga negara Indonesia yang sudah berumur 17 tahun tentu (harus) memiliki KTP. Oleh karena itu, jika kemudian pelaku pemalsuan KTP memiliki KTP lain, dapat dikenakan Pasal 97 UU Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (“UU Adminduk”):
“Setiap Penduduk yang dengan sengaja mendaftarkan diri sebagai kepala keluarga atau anggota keluarga lebih dari satu KK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) atau untuk memiliki KTP lebih dari satu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (6) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).”
Terkait dengan penjualan tanah milik ayah Anda, sertifikat atas nama ayah Anda membuktikan bahwa ayah Andalah yang berhak atau sebagai pemilik atas tanah tersebut. Anda tidak menjelaskan secara rinci bagaimana sertifikat tersebut bisa berada pada penguasaan orang lain. Jika orang yang menjual tanah tersebut menguasai sertifikat tersebut karena memang dititipkan oleh ayah Anda, maka orang tersebut dapat dilaporkan karena penggelapan (lihat Pasal 372 KUHP). Lebih jauh, simak artikel Penggelapan dan Penipuan. Namun, jika orang tersebut menguasainya secara melawan hukum maka dapat dilaporkan karena pencurian dengan ancaman pidana penjara paling lama lima Tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah (lihat Pasal 362 KUHP).
Menyarikan pendapat praktisi hukum Irma Devita Purnamasari dalam bukunya Panduan Lengkap Hukum Pertanahan (hal. 17-24), dalam proses jual beli tanah dan/atau bangunan, biasanya PPAT akan meminta data-data yang meliputi:
I. Data tanah, meliputi:
Asli PBB 5 tahun terakhir berikut Surat Tanda Terima Setoran (bukti bayarnya).
Asli Sertifikat taah (untuk pengecekan dan balik nama).
Asli IMB (bila ada, dan untuk diserahkan pada Pembeli setelah selesai proses AJB).
Bukti pembayaran rekening listrik, telpon, air (bila ada).
Jika masih dibebani Hak Tanggungan (Hipotik), harus ada Surat Roya dari Bank yang bersangkutan.
Catatan: point yang digari bawahi mutlak harus ada, tapi yang selanjutnya optional
II. Data Penjual & Pembeli (masing-masing) dengan kriteria sebagai berikut:
Perorangan
Copy KTP suami isteri.
Copy Kartu keluarga dan Akta Nikah.
Copy Keterangan WNI atau ganti nama (bila ada, untuk WNI keturunan).
2. Perusahaan:
Copy KTP Direksi & komisaris yang mewakili.
Copy Anggaran dasar lengkap berikut pengesahannya dari Menteri kehakiman dan HAM RI.
Rapat Umum Pemegang Saham PT untuk menjual atau Surat Pernyataan Sebagian kecil asset.
Catatan: Untuk fotokopi identitas diri, Akta Nikah dan Kartu Keluarga, wajib dibawa dan diperlihatkan aslinya kepada notaris pada saat penandatanganan.
Dalam hal Suami/isteri atau kedua-duanya yang namanya tercantum dalam sertifikat sudah meninggal dunia, maka yang melakukan jual beli tersebut adalah Ahli Warisnya. Jadi, data-data yang diperlukan adalah:
Surat Keterangan Waris
Untuk pribumi: Surat Keterangan waris yang disaksikan dan dibenarkan oleh Lurah yang dikuatkan oleh Camat.
Untuk WNI keturunan: Surat keterangan Waris dari Notaris
Copy KTP seluruh ahli waris.
Copy Kartu keluarga dan Akta Nikah
Seluruh ahli waris harus hadir untuk tanda-tangan AJB, atau Surat Persetujuan dan kuasa dari seluruh ahli waris kepada salah seorang di antara mereka yang dilegalisir oleh Notaris (dalam hal tidak bisa hadir).
bukti pembayaran BPHTB Waris (Pajak Ahli Waris), dimana besarnya adalah 50% dari BPHTB jual beli setelah dikurangi dengan Nilai tidak kena pajaknya.
( Sumber: Panduan Lengkap Hukum Pertanahan )
Selain itu, Irma menambahkan, sebelum dilaksanakan jual beli, harus dilakukan:
Pengecekan keaslian dan keabsahan sertifikat tanah pada kantor pertanahan yang berwenang
Para pihak harus melunasi pajak jual beli atas tanah dan bangunan tersebut.
Sebagai kesimpulan, hal yang dapat Anda lakukan adalah melaporkan ke kantor kepolisian setempat perihal hilangnya sertifikat tanah tersebut dan melaporkan bahwa tanah tersebut telah dijual oleh orang lain tanpa hak. Selanjutnya, pihak kepolisian yang akan menindaklanjuti laporan Anda.
Dasar hukum:
Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73);
Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
Rabu, 25 Desember 2013
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
0 komentar:
Poskan Komentar