Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesi (Kapolri) adalah orang yang menduduki jabatan tertinggi dalam Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Kapolri yang pertama setelah kemerdekaan RI adalah Komisaris Jenderal (Pol) Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo. Dari tahun 1945 sampai dengan sekarang telah terjadi 21 kali penggantian jabatan Kapolri. Dibawah ini disajikan Daftar Kapolri dari Tahun 1945 Sampai Sekarang.
1. KOMISARIS JENDERAL (POL) SOEKANTO TJOKRODIATMODJO
Komisaris Jenderal (Pol.) Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo (lahir di Bogor, Jawa Barat, 7 Juni1908 –meninggal di Jakarta, 24 Agustus 1993 pada umur 85 tahun) adalah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri; dulu bernama Kepala Djawatan Kepolisian Negara) pertama, menjabat dari 29 September 1945 hingga 14 Desember 1959.
Soekanto adalah mertua dari Sawito Kartowibowo, seorang tokoh yang namanya mencuat pada tahun1976 dalam Perkara Sawito. Namanya diabadikan dalam nama sebuah rumah sakit di Jakarta, Rumah Sakit Polri Soekanto di Kramat Jati.
Beliau diberhentikan Sebagai Kapolri pada tahun 1959 oleh Presiden Soekarno, akibat penolakannya atas Penggabungan Polisi dan TNI ke dalam ABRI.
2. KOMISARIS JENDERAL (POL) SOEKARNO DJOJONEGORO
Komisaris Polisi Raden Soekarno Djojonegoro (lahir di Banjarnegara, Jawa Tengah, 15 Mei 1908 – meninggal di Jakarta, 27 November 1975 pada umur 67 tahun) adalah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (dulu bernama Kepala Kepolisian Negara) dari 15 Desember 1959 hingga 29 Desember 1963.
Awal hidup dan karier
Ia adalah anak keempat Bupati Banjarnegara, Raden Adipati Djojonagoro II. Karier kepolisiannya dimulai pada tahun 1928, setelah ia menamatkan pendidikannya di Osvia. Jabatan pertamanya adalah AIB di Jatibarang. Ia kemudian menjadi Mantri Polisi Residen Jepara Rembang (1931), Asisten Wedana Banyumas (1934), Asisten Residen Lampung (1935), Mantri Polisi Kedungwuni, Pekalongan (1936), Asisten Wedana Polisi Tegal (1941), Kepala Seksi IV Polisi Kota Semarang (1942), Kepala Polisi Salatiga (1943), Kepala Polisi Istimewa Kota Semarang (1944), Keibikatyo Kota Semarang (1944), Kepala Polisi Kendal (1945), Kepala Umum Kantor Besar Polisi Semarang (1945), Kepala Polisi Karesidenan Pekalongan (Februari 1950), Kepala Polisi Karesidenan Surabaya (Agustus 1950),Kepala Kepolisian Provinsi Jawa Timur (Desember 1950), dan Ajun Kepala Kepolisian Negara (November 1959).
Sebagai Kepala Kepolisian Negara
Pada 15 Desember 1959, Djojonegoro dilantik menjadi Kepala Kepolisian Negara menggantikan Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo.
Beberapa peristiwa semasa ia menjabat sebagai Kepala Kepolisian Negara:
1960 - Kepolisan Negara bergabung dalam ABRI
1 Juli 1960 - empat janji prajurit kepolisian, "Catur Prasetya" diikrarkan
April 1961 - Catur Prasetya resmi dijadikan pedoman kerja kepolisian RI selain Tribrata sebagai pedoman hidup.
1962 - Kepolisian Negara Republik Indonesia berubah nama menjadi Angkatan Kepolisian RI (AKRI)
Masa kepemimpinannya ditandai konflik dengan Belanda dan pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan PKI, DI/TII, APRA dan lain-lain, namun hal-hal tersebut ditanganinya dengan baik.
Setelah Kapolri dan akhir hidup
Ia digantikan Ajun Komisaris Besar Polisi Soetjipto Danoekoesoemo pada 30 Desember 1963 dan segera diangkat menjadi Menteri Penasihat Presiden untuk Urusan Dalam Negeri. Djojonegoro memasuki masa pensiun mulai 31 Juli 1966. Hari-harinya dinikmatinya dengan berkumpul bersama keluarga.
Djojonegoro meninggal dunia di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Ia meninggalkan istrinya, R.A. Sukatinah, dan lima orang anak. Sesuai permintaannya, jenazahnya dimakamkan di makam khusus untuk pemakaman keluarga Djojonagoro, "Suwondo Giri" di Banjarnegara.
3. INSPEKTUR JENDERAL (POL) SOETJIPTO DANOEKOESOEMO
Inspektur Jenderal Soetjipto Danoekoesoemo (lahir di Tulungagung, Jawa Timur, 28 Februari 1922; umur 89 tahun) adalah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dari 30 Desember 1963 hingga 8 Mei 1965.
Masa kecilnya dihabiskan di bangku HIS, MULO dan SMA-C. Ia kemudian mengikuti pendidikan di Kotoka I (Sekolah Bagian Tinggi Kepolisian) Sukabumi (1943). Setelah tamat, Danoekoesoemo diangkat menjadi Komandan Batalyon Polisi Istimewa Sura-baya(1945).
Soetjipto kembali mengikuti pendidikan Hersholing Mobrig di Sukabumi (1950). Setelah itu, ia diangkat menjadi Wakil Koordinator dan Inspektur Mobile Brigade Polisi Jawa Timur (1951), dan Wakil Koordinator dan Inspektur Mobrig Polisi Jawa Tengah (1954). Ia lalu dikirim ke Italia untuk memperdalam untuk memperdalam ilmu kepolisian. Akhir tahun 1960, dia ditempatkan sebagai Ajun Komisaris Besar Polisi Kastaf pada Markas Pimpinan Komandan Mobrig Polisi Pusat.
Tahun 1961, Soetjipto menempuh pendidikan militer-kepolisian di Advance Army School, Fort Benning,Amerika Serikat, dilanjutkan dengan pendidikan di Army Command & General Staff College, Fort Leavenworth, serta kursus pertahanan sipil di New York. Sekembalinya ke Indonesia, ia dipromosikan menjabat Komandan Mobrig Polisi Pusat (1962). Dua tahun kemudian, Soetjipto dilantik menjadi Kepala Kepolisian Negara (1964) menggantikan Jenderal Pol.Soekarno Djojonagoro.
Beberapa peristiwa semasa menjabat sebagai Kepala Kepolisian Negara:
19 Maret 1965 - Sekolah Staf dan Komando Angkatan Kepolisian (Seskoak) di Lembang, Bandung, didirikan.
15 Maret 1965 - pemberlakuan KUHP Tentara, HAP Tentara dan KUDT bagi anggota Polri
Ia digantikan R. Soetjipto Joedodihardjo pada 9 Mei 1965. Selepas itu, ia menjadi Duta Besar Rl untuk Bulgaria (1966-1969) dan lalu menjadi anggota DPRGR dan MPRS (1970), serta Anggota DPR-MPR RI selama empat tahun (1971-1974).
Penghargaan
Beberapa tanda jasa yang telah diterimanya:
Bintang Bhayangkara (I dan II)
Bintang Dharma
Bintang Gerilya
Satya Lencana:
SL Panca Warna II
SL Dasa Warsa
SL Yana Utama
SL Karya Bhakti
SL Perang Kemerdekaan (I dan II)
SL GOM (I sampai V)
SL Veteran RI
The Order of Merit 3rd Class dari Republik Arab Bersatu (1961)
4. INSPEKTUR JENDERAL (POL) SOETJIPTO JOEDODIHARDJO
Soetjipto Joedodihardjo (lahir di Jember, Jawa Timur, 27 April 1917 – meninggal 26 Maret 1984 pada umur 66 tahun) adalah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dari 9 Mei 1965 hingga 8 Mei 1968.
Joedodihardjo dilahirkan di Jember, pada 27 April 1917. Pada masa kecilnya ia belajar di HIS, KAE, MULO dan menamatkan Mosvia pada tahun 1939.
Soetjipto kemudian menjadi ambtenaar (pegawai negeri) dengan menjabat sebagai AIB Tanggul/Besuki (1939). Kemudian AIB di kota kelahirannya, Jember, tahun 1940. Sesudah itu kariernya berjalan dengan mantap dan terus menanjak. Ia berturut-turut menjadi Mantri Polisi Situbondo (1941), Mantri Polisi Surabaya (1941), Mantri Polisi Bondowoso (1942), Mantri Polisi Kalisat/Jember (1942), dan Itto Keibu Bondowoso (1943). Dari sini, dia mendapat latihan ilmu kepolisian di Taiwan (1944). Sebulan menjelang Proklamasi Kemerdekaan RI, dia masih menjadi Itto Keibu di Bondowoso.
Dua bulan setelah Kemerdekaan RI, tepatnya pada tanggal 1 Oktober 1945, Soetjipto menjadi Inspektur Polisi Kelas I pada Pasukan Polisi Istimewa Besuki (1945). Prestasinya menanjak, ketika dia ditarik ke Surabaya sebagai Wakil Komandan Mobrig Polisi Jawa Timur (1947). Kemudian menjadi Komandan Mobrig Polisi Jakarta Raya (1950), Komandan Mobrig Polisi Jawa Timur (1950), Komisaris Polisi Kelas I pada Jawatan Kepolisian Negara (1954), Lektor PTIK (1960), Komandan Komandemen Mobrig Pusat (1960), Asisten II Kastaf Komisaris Jenderal MBPN (1962), Kepala Pusat Pertahanan Sipil (1962).
Menginjak tahun 1962, Soetjipto sempat dikirim ke AS untuk satu setengah bulan. Dan, tahun ini pula, ketika Indonesia menjadi tuan rumahAsian Games IV, Komisaris Besar Polisi Soetjipto ditunjuk menjadi Pimpinan Harian Organizing Committeenya. Tiga tahun kemudian, 1965, dia diangkat menjadi Kepala Kepolisian Negara untuk masa jabatan sampai 1968. Semasa kepemimpinan Joedodihardjo ini, mulai berdiriAkademi Angkatan Kepolisian (1 Oktober 1965). Namun, pada 16 Desember 1965, pendidikan akademi itu disatukan ke dalam pendidikanABRI, dan namanya menjadi AKABRI Bagian Kepolisian.
Menjadi Menteri/Pangak RI
Masa kepemimpinan Kapolri R. Soetjipto Joedodihardjo penuh dengan gejolak. Sebab inilah masa transisi dari Orde Lama ke Orde Baru. Pada 9 Mei 1965, Presiden Soekarno melantik Raden Soetjipto Joedodihardjo menjadi Menteri/Pangak RI berpangkat Inspektur Jenderal Polisi.
Nama Departemen Angkatan Kepolisian (Depak) diubah menjadi Kementerian Angkatan Kepolisian (Kemak). Perubahan ini sehubungan dengan keluarnya Keputusan Presiden 27 Maret 1966 tentang susunan Kabinet Dwikora yang disempurnakan lagi (Dwikora III). Namun namanya berubah lagi menjadi Depak, pada 21 Agustus 1966. Hal ini dilakukan menyusul pembentukan organisasi Kabinet Ampera. Struktur organisasi kepolisian pun beberapa kali berubah karena kondisi dan situasi politik ketika itu agak memanas.
Jabatannya sebagai Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian digantikan oleh Drs. Hoegeng Imam Santoso. Kemudian ia mulai memasuki masa persiapan pensiun. Pada 1 November 1972, dia pensiun dari jajaran kepolisian. Pada tanggal 26 Maret 1984, Joedodihardjo meninggal dunia.
5. KOMISARIS JENDERAL (POL) HOEGENG IMAM SANTOSO
Hoegeng Imam Santoso (lahir di Pekalongan, Jawa Tengah, 14 Oktober 1921 – meninggal14 Juli 2004 pada umur 82 tahun) adalah salah satu tokoh militer Indonesia dan juga salah satu penandatangan Petisi 50.
Latar belakang
Dia masuk pendidikan HIS pada usia enam tahun, kemudian melanjutkan ke MULO (1934) dan menempuh sekolah menengah di AMS Westers Klasiek (1937). Setelah itu, dia belajar ilmu hukum di Rechts Hoge School Batavia tahun 1940. Sewaktu pendudukan Jepang, dia mengikuti latihan kemiliteran Nippon (1942) dan Koto Keisatsu Ka I-Kai (1943). Baru dia diangkat menjadi Wakil Kepala Polisi Seksi II Jomblang Semarang (1944), Kepala Polisi Jomblang (1945), dan Komandan Polisi Tentara Laut Jawa Tengah (1945-1946). Kemudian mengikuti pendidikan Polisi Akademi dan bekerja di bagian Purel, Jawatan Kepolisian Negara.
Mas Hoegeng di luar kerja terkenal dengan kelompok pemusik Hawaii, The Hawaiian Seniors. Selain ikut menyanyi juga memainkan ukulele. Sering terdengar di Radio Elshinta dengan banyolan khas bersama Mas Yos.
Karier Kepolisian
Banyak hal terjadi selama kepemimpinan Kapolri Hoegeng Iman Santoso. Pertama, Hoegeng melakukan pembenahan beberapa bidang yang menyangkut Struktur Organisasi di tingkat Mabes Polri. Hasilnya, struktur yang baru lebih terkesan lebih dinamis dan komunikatif. Kedua, adalah soal perubahan nama pimpinan polisi dan markas besarnya. Berdasarkan Keppres No.52 Tahun 1969, sebutan Panglima Angkatan Kepolisian RI (Pangak) diubah menjadi Kepala Kepolisian RI (Kapolri). Dengan begitu, nama Markas Besar Angkatan Kepolisian pun berubah menjadi Markas Besar Kepolisian (Mabak).
Perubahan itu membawa sejumlah konsekuensi untuk beberapa instansi yang berada di Kapolri. Misalnya, sebutan Panglima Daerah Kepolisian (Pangdak) menjadi Kepala Daerah Kepolisian RI atau Kadapol. Demikian pula sebutan Seskoak menjadi Seskopol. Di bawah kepemimpinan Hoegeng peran serta Polri dalam peta organisasi Polisi Internasional, International Criminal Police Organization (ICPO), semakin aktif. Hal itu ditandai dengan dibukanya Sekretariat National Central Bureau (NCB) Interpol di Jakarta.
Tahun 1950, Hoegeng mengikuti Kursus Orientasi di Provost Marshal General School pada Military Police School Port Gordon, George, Amerika Serikat. Dari situ, dia menjabat Kepala DPKN Kantor Polisi Jawa Timur di Surabaya (1952). Lalu menjadi Kepala Bagian Reserse Kriminil Kantor Polisi Sumatera Utara (1956) di Medan. Tahun 1959, mengikuti pendidikan Pendidikan Brimob dan menjadi seorang Staf Direktorat II Mabes Kepolisian Negara (1960), Kepala Jawatan Imigrasi (1960), Menteri luran Negara (1965), dan menjadi Menteri Sekretaris Kabinet Inti tahun 1966. Setelah Hoegeng pindah ke markas Kepolisian Negara kariernya terus menanjak. Di situ, dia menjabat Deputi Operasi Pangak (1966), dan Deputi Men/Pangak Urusan Operasi juga masih dalam 1966. Terakhir, pada 5 Mei 1968, Hoegeng diangkat menjadi Kepala Kepolisian Negara (tahun 1969, namanya kemudian berubah menjadi Kapolri), menggantikan Soetjipto Joedodihardjo. Hoegeng mengakhiri masa jabatannya pada tanggal 2 Oktober 1971, dan digantikan oleh Drs. Mohamad Hasan.
Penghargaan
Atas semua pengabdiannya kepada negara, Hoegeng Imam Santoso telah menerima sejumlah tanda jasa,
Bintang Gerilya
Bintang Dharma
Bintang Bhayangkara I
Bintang Kartika Eka Paksi I
Bintang Jalasena I
Bintang Swa Buana Paksa I
Satya Lencana Sapta Marga
Satya Lencana Perang Kemerdekaan (I dan II)
Satya Lencana Peringatan Kemerdekaan
Satya Lencana Prasetya Pancawarsa
Satya Lencana Dasa Warsa
Satya Lencana GOM I
Satya Lencana Yana Utama
Satya Lencana Penegak
Satya Lencana Ksatria Tamtama.
6. KOMISARIS JENDERAL (POL) M. HASAN
Jenderal Purnawirawan Mohamad Hasan (Muara Dua, Palembang, 1920 – 23 Februari 2005) adalah KepalaKepolisian Negara Republik Indonesia pada tahun 1971–1974.
M. Hasan pernah menjadi anggota MPR dan Duta Besar Indonesia untuk Malaysia (1974-1978). Ia juga telah menerima 17 bintang tanda jasa.
Ia meninggal dunia pada 23 Februari 2005 karena menderita sesak napas dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan. Hasan meninggalkan seorang istri, Nani Hasan dan sembilan anak.
7. LETNAN JENDERAL POL WIDODO BUDIDARMO
Widodo Budidarmo lahir di Surabaya, Jawa Timur, 1 September 1927; umur 84 tahun) adalah mantan Kapolri periode 1974 - 1978. Dia mengenyam pendidikan umum di HIS (1934-1941), lalu melanjutkan ke Sekolah Teknik (1942-1946). Semasa dalam pendidikan sekolah menengah itu, dia sudah aktif mengangkat senjata untuk ikut dalam Perang Kemerdekaan di Jawa Timur. Betapa pun, dia masih dapat menyelesaikan SMA-nya tahun 1950.
Keluarga
Pada tanggal 4 Juni 1955, Widodo menikah dengan Darmiati Poeger. Dan dikaruniai tiga orang anak; Martini Indah (1957), Agus Aditono (1959) dan Destina Lestari (1961). Anak pertama menikah dengan Alex Tangyong dan dikaruniai seorang putra - Johann F. Tangyong (1983). Anak bungsunya menikah dengan Johannes Tangyong dan dikaruniai dua orang anak - David Y. Tangyong (1989) dan Kezia A. Tangyong (1992).
Karier
Widodo kemudian memasuki karier kepolisian, dan belajar di PTIK hingga lulus pada 1955. Setelah itu, dia menjabat Kabag Organisasi Polisi di Purwakarta selama tiga tahun, 1956-1959. Selama masa itu pula dia ikut dalam Operasi Penumpasan Gerombolan DI/TII di Jawa Barat.
Ada satu prestasi Kapolri Widodo Budidarmo yang harus dicatat dalam lembar perjalanan kepolisian, yaitu ketika Polri sepakat mendirikan Kantor Bersama 3 Instansi (Samsat) di wilayah hukum Polda Metro Jaya. Ketiga instansi itu masing-masing adalah Polri, Pemda DKI Jakarta dan Perum AK Jasa Raharja mencapai kata sepakat untuk membuka kantor seatap di Polda. Program bersama ini dioperasikan dalam rangka pengurusan surat-surat kendaraan bermotor, seperti STNK, BPKB dan lain-lain. Di masa Widodo pula Pemerintah mengeluarkan UU No. 9 tentang Narkotik, tertanggal 26 Juli 1976. Juga, pada masa Kapolri Widodo pula diterbitkan sebuah Skep Kapolri yang khusus mengenai Satama Satwa guna menunjang langkah-langkah operasional Polri (1977).
Pada awal 1960, dia pergi ke AS untuk memperdalam ilmu militernya di US Coast Guard Officers Candidate School, dan rampung tahun 1960. Pulang dari AS, Widodo menjabat Kabag Operasi Polisi Jakarta Raya (1960). Lantas berbagai jabatan disandangnya, berturut-turut menjadi Panglima Korps Perairan dan Udara (1964), Panglima Daerah Kepolisian II Sumatera Utara (1967), dan Kadapol VII Metro Jaya periode 1970-1974. Di sini, Kadapol Widodo bertanggung jawab atas operasi pengamanan langsung Pemilu 1971 di Jakarta, yang ketika itu agak bersuasana panas. Bahkan setelah Pemilu, dia juga harus mengamankan Sidang Umum MPR-RI yang berlangsung di Jakarta. Dalam hal ini, Widodo pun diangkat menjadi Anggota MPR-RI.
Selepas menjabat Kadapol Metro Jaya, pada 25 Juni 1974, Widodo dilantik oleh Presiden Soeharto untuk menjadi Kapolri. Dia memangku jabatan Kapolri selama periode 1974-1978. Pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan Widodo, waktu itu tanggal 26 Juni 1974 di Istana Negara oleh Presiden Soeharto, bersamaan dengan pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan Kasal Laksdya TNI R.S. Soebijakto. Yang menarik dicatat, perihal Widodo ini, adalah soal keterlibatannya secara aktif turut angkat senjata dalam Perang Kemerdekaan di Jawa Timur, ketika dia baru berusia 18 tahun. Demikian pula sewaktu terjadi berbagai pemberontakan di dalam negeri, dia ikut pula dalam upaya Operasi Penumpasan Gerombolan DI/TII, Penumpasan G.30.S/PKI dan beberapa operasi lainnya.
Penghargaan
Untuk semua jasanya selama mengabdi kepada negara, Widodo dianugerahi sejumlah tanda jasa. Dia menerima Bintang Dharma, Bintang Bhayangkara (I dan III), Bintang Swa Buana Paksi Utama, Bintang Yudha Dharma Utama dan Bintang Jalasena Utama. Dia juga memperoleh penyematan sejumlah Satya Lencana, seperti SL Karya Bhakti, SL Yana Utama, SL Panca Warsa, SL Perang Kemerdekaan (I dan II), SL COM V, SL Penegak dan SL Veteran Pejuang RI. Sedangkan dari luar negeri, dia menerima Commandeur Met de Zwaarden, Diplomatic Service Merit Heung in Medal dan Bintang Panglima Setia Mahkota Pemerintah Malaysia.
8. LETNAN JENDERAL POL AWALUDDIN DJAMIN
Awaloedin Djamin (lahir di Padang, Sumatra Barat, 26 September 1927; umur 84 tahun) adalah Kapolri periode 1978 1982.
Karier
Setamat SLTA, dia melanjutkan studinya di Fakultas Ekonomi (1949-1950). Masuk menjadi prajurit polisi, kemudian menempuh pendidikan di PTIK hingga lulus tahun 1955. Dia lalu ditempatkan pada bagian Sekretariat Jawatan Kepolisian Negara (1955) dan menjabat Kasi Umum Sekretariat Jawatan Kepolisian Negara (1958). Kemudian dia memperdalam studinya di University of Pitsburgh dan dilanjutkan ke University of Southern California, Amerika Serikat, hingga menggondol gelar PhD pada 1962.
Sepulang dari Amerika Serikat, Awaloedin menjabat sebagai Lektor Luar Biasa PTIK (1964). Kemudian, berturut-turut menjadi Direktur Kekaryaan Depak (1964), Anggota Musyawarah Pembantu Perencana Nasional (1965), Anggota DPRGR (1964-1966), Menteri Tenaga Kerja Kabiriet Ampera (1966), dan Deputi Pangak Urusan Khusus semasa Kapolri Hoegeng Iman Santoso (1968). Sebelum ditugaskan sebagai Duta Besar RI untuk Jerman Barat (1976), terlebih dulu dia menjadi D-rektur Lembaga Administrasi Negara (1970). Dan akhirnya, dia dipanggil pulang ke Jakarta untuk dilantik oleh Presiden Soeharto menjadi Kapolri, pada 26 September 1978.
Awaloedin menjabat Kapolri selama empat tahun, dari tahun 1978 sampai tahun 1982. Selain semasa ke-pemimpinannya organisasi Polri diarahkan pada kelembagaan yang dinamis dan profesional, pada masa Awaloedin pula KUHAP UU No. 8 Tahun 1981 sebagai hasil karya bangsa Indonesia sendiri disahkan DPR-RI. KUHAP sebagai pengganti Het Herziene Inlandsh Reglement (HIR), hukum acara pidana produk kolonial Belanda yang dianggap telah usang dan tidak manusiawi. Dalam hal ini, Polri berperan aktif menyumbangkan pokok-pokok pikiran untuk materi KUHAP baru itu.
Hasratnya dalam bidang pendidikan, ternyata belum sirna. Terbukti, Awaloedin masih pula mengabdikan dirinya dalam pendidikan dan pengembangan profesi kepolisian. Setelah tidak lagi menjadi Kapolri dia masih bersedia menjabat sebagai Dekan PTIK yang notabene berada di bawah Kapolri. Tapi kecintaan kepada Polri dan demi nusa dan bangsa membuat Awaloedin tidak mau terjebak dalam status simbol. Maka dia memilih tetap menerima jabatan Dekan PTIK
Bintang Jasa
Awaloedin menerima sejumlah penghargaan sebagai tanda jasanya. Diantaranya menerima Bintang Dharma, Bintang Bhayangkara dan Bintang Mahaputra Adipradana. Juga Satya Lencana Perang Kemerdekaan (I dan II), SL Karya Bhakti, SL Yana Utama, SL Panca Warsa, SL Penegak dan SL Veteran Pejiiang RI. Dari luar negeri, dia menerima Das Gross Rreuz (Pemerintah Jerman Barat).
9. LETNAN JENDERAL POL ANTON SOEDJARWO
Anton Soedjarwo (lahir di Bandung, Jawa Barat, 21 September 1930 – meninggal di Jakarta, 18 April 1988pada umur 57 tahun) adalah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) dari tahun 4 Desember1982 hingga tahun 1986. Putranya, Rudi Soedjarwo, adalah seorang sutradara film.
Alur waktu kehidupan
1952 - lulus dari SMU di Magelang.
1954 - lulus dari Akademi Kepolisian (Akpol) di Sukabumi.
1954-56 - Inspektur Kepala Kepolisian di Palopo.
1956 - ajudan Kapolri Sukanto Tjokrodiatmodjo.
1956-57 - Kepala Bagian Lalu-lintas di Makassar.
1957-58 - atase Seksi Hubungan Luar Negeri Biro Organisasi Markas Besar Polri.
1959-61 - Komandan Pasukan di Brimob.
1960 - pelatihan ranger di Porong.
1961 - pelatihan infantri di Amerika Serikat.
1962-64 - Komandan Batalyon 1232/Pelopor di Brimob.
1962 - memimpin unit yang masuk ke Irian Barat.
1964-72 - Komandan, Resimen Pelopor, Brimob.
1968 - menghadiri Police Staff College in Lembang.
1969 - lulus kursus pasukan penerjun payung di Sukasari.
1969-72 - mengepalai Kepolisian wilayah Tanjung Priok dan Pasar Ikan.
1972-74 - Komandan, Kores 102, Kodak 10 di Malang.
1974 - Komandan, Komapta.
1974 - Komandan, Komando Daerah Kepolisian (Kodak) 11 (Kalimantan Barat).
1978 - Komandan, Kodak 2 (Sumatra Utara).
1978 - 82 - Brigjen (Pol.), kemudian Mayjen (Pol.), Kodak 7 (Jakarta Raya).
1982 - 1986 - Kapolri.
10. LETNAN JENDERAL POL MOCHAMMAD SANOESI
Letnan Jenderal Polisi Mochammad Sanoesi (lahir di Bogor, Jawa Barat, 15 Februari 1935 – meninggal diJakarta, 26 Desember 2008 pada umur 73 tahun) adalah Kepala Kepolisian Republik Indonesia sejak 7 Juni1986 hingga 19 Februari 1991.
Lulusan PTIK Angkatan VII ini kemudian dilantik menjadi Komisaris Polisi II. Selanjutnya, dia belajar diInternational Police Academy, Amerika Serikat (1969). Dia pun mengikuti pendidikan karier lainnya di Polridan ABRI, seperti Seskopol (1970) dan Sesko ABRI-Gabungan (1976). Namun, karier Sanoesi dalam dinas kepolisian dimulai sejak menjabat sebagai Komandan Resort Kepolisian 1051 Madiun (1963-1968).
Lalu menjabat Kastaf Komdin 104 Kediri (1968-1972) dan Paban III/Litbang, Komandan Pusat Kesenjataan Administrasi dan Kastaf Kobangdildat Polri (1972-1981).
Biografi
Kapolri Moch Sanoesi mempunyai pandangan bahwa dalam menjalankan tugasnya Polri harus mengoptimalkan seluruh potensi yang ada, baik yang dimilikinya sendiri maupun yang ada pada masyarakat. Selain itu seluruh potensi yang ada juga harus didinamisir agar mampu mendukung tugas-tugas Polri. Berangkat dari sanalah kemudian Sanoesi sebagai Kapolri mencanangkan motto Optimasi dan Dinamisasi yang kemudian terkenal dengan istilah Opdin.
Dari pengalaman bertugas di kewilayahan dan di bidang pendidikan itu, dia melihat untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di lingkungan Polri diperlukan penyempurnaan mekanisme dan sistem pendidikan Polri. Lantas dia pun mengajukan wawasan bahwa dalam melaksanakan tugas-tugasnya Polri mutlak harus dilandasi dengan penggunaan ilmu dan teknologi. Maka, lahirlah falsafah Vidya Satyatama Mitra, yang berarti, Pengetahuan adalah Sahabat Paling Setia. Agar wawasan itu terus diingat, kemudian dilekatkan pada Pataka Kobangdildat Polri berupa sasanti Widya Satyatama Mitra.
Sewaktu Sanoesi menjabat Kadis Litbang Polri (1981-1982), peran Iptek makin menjadi pengasah profesionalisme Polri. Misalnya, waktu itu, Sanoesi mengajak sejumlah pakar berbagai disiplin ilmu dari Universitas Indonesia untuk merumuskan deskripsi tentang masyarakat dari dimensi Kamtibmas. Pendidikan dan Iptek itu pula yang menjadi modal dan pengalaman berharga dalam mendinamisasikan tanggung jawabnya selaku Kapolda Kalimantan Selatan dan Tengah (1982-1984). Di Kalimantan itu pun dia menjalin dialog komunikatif dengan para tokoh masyarakat, terutama tokoh agama, dalam memelihara Kamtibmas. Dia kemudian diangkat menjadi Asisten Kepala Staf Umum ABRI Bidang Kamtibmas (Askamtibmas Kasum ABRI) pada 1984-1985, lalu menjadi Kapolda Jawa Tengah (1985).
Ketika menjabat Askamtibmas Kasum ABRI, Sanoesi diperintahkan menyusun Strategi Pembinaan Kamtibmas jangka sedang (1984-1988). Naskah inilah yang kelak menjadi embrio dari penggelaran Strategi Opdin (Optimasi dan Dinamisasi) sewaktu Sanoesi menjabat Kapolri. Strategi Opdin ini juga dimaksudkan sebagai benang merah kelanjutan dari kedua Strategi Kapolri sebelumnya, yaitu "Pola Dasar Pembenahan Polri" oleh Kapolri Jenderal Pol DR Awaloedin Djamin MPA, dan "Rencana Konsolidasi dan Fungsionalisasi (Rekonfu)" oleh Kapolri Jenderal Pol Anton Soedjarwo.
Semua itu didasarkan pada kesadarannya bahwa proses pembangunan Polri dan citranya dalam masyarakat bukanlah merupakan proses yang ditempuh secara terpenggal-penggal, melainkan merupakan suatu proses pembangunan yang berkesinambungan dan konsisten. Atas segenap pengabdiannya, antara lain Sanoesi menerima Bintang Dharma, Bintang Bhayangkara Utama, dan Bintang Yudha Dharma Nararya. Sementara dari dunia internasional dia menerima Bintang Pratama Born (Thailand), Bintang Panglima Satya Mahkota (Malaysia) dan Comandeur de la Legian D'honneur.
11. LETNAN JENDERAL POL KUNARTO
Kunarto (lahir di Yogyakarta, 8 Juni 1940 – meninggal di Surabaya, 28 September 2011 pada umur 71 tahun) adalah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia periode 1991-1993. Ia masuk pendidikan polisi, PTIK angkatan IX pada tahun 1961. Ia pernah menjabat sebagai ajudan mantan Presiden Soeharto dari tahun 1979 hingga tahun 1986, kemudian Wakil Kepala Polda Metro Jaya dari tanggal 1 September 1986 hingga Desember 1987 serta sebagai Kapolda Sumatera Utara periode tahun 1987-1989.
Ia menikah dengan Warsiyah dan dikaruniai dua orang anak, yaitu Rino Adi Kuswaryono dan Hariadi Kuswaryono.
Jenderal (Purn) Kunarto meninggal dunia di Rumah Sakit Internasional Surabaya, 28 September 2011 pada pukul 04.00 WIB. Jenazahsemayamkan di STIK-PTIK Jakarta dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta-Selatan dengan Acara Kemiliteran.
12. LETNAN JENDERAL POL BANURUSMAN ASTROSEMITRO
Banurusman Astrosemitro (lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat, 28 September 1941; umur 70 tahun) adalah mantan Kapolri peridoe 1993 - 1996. Di kota kecil di kaki Gunung Galunggung itulah Banu menghabiskan masa remajanya, dengan me-namatkan pendidikan di SMA Negeri Tasikmalaya. Lalu, pada tanggal 1 September 1961, dia masuk dinas kepolisian dengan mengikuti serangkaian pendidikan kepolisian, hingga tamat pada Februari 1965 dengan pangkat Letnan Satu.
Pribadi dan sosok Kapolri Banurusman Astrosemitro hampir tidak dapat dipisahkan dari Polri. Ada beberapa alasan utama mengapa kesimpulan itu layak ditarik. Pertama-tama Banurusman meniti kariernya dari bawah, yakni dari mulai pangkat Letnan Satu. Tetapi kemudian terbukti dia bukan saja berhasil mencapai pangkat tertinggi, Jenderal penuh, tetapi juga sekaligus berhasil menduduki jabatan Kapolri. Kemudian, jejak pengabdian dan kiprahnya di Polri juga tidak dapat diabaikan. Dia antara lain ikut membidani lahirnya manajemen operasional Situpak (Situasi, Tugas, Pelaksanaan, Administrasi, Komando dan Pengendalian). Begitu juga Banurusman lewat operasi intelejennya ikut memberantas dan membersihkan kekuatan sisa-sisa G-30 S/PKI sewaktu bertugas Polda Metro Jaya.
Pertimbangan lain, keluarga Banurusman termasuk "Keluarga Polri." Istrinya sendiri dulu ketika disunting bertugas sebagai Polisi Wanita (Polwan). Kini anak lelakinya juga terjun sebagai anggota Polri. Apalagi terbukti lebih dari separuh usianya memang dihabiskan untuk mengabdi kepada Polri. Dengan demikian tidaklah berlebihan apabila pribadi dan sosok Banurusman melekat erat pada Polri. Banurusman dilantik menjadi Kapolri ke-12 oleh Presiden Soeharto 6 April 1993 di Istana Negara, Jakarta. Banu, panggilan akrabnya, yang waktu itu berpangkat Letnan Jenderal, menggantikan Jenderal (Pol) Drs. Kunarto. Empat hari kemudian, di Mabes Polri, dilakukan upacara serah terima jabatan dari Kunarto kepada Banu.
Mengawali tugasnya sebagai Kapolri, Banu mengeluarkan kebijakan "Jati Diri Polri," yang intinya berisi agar setiap prajurit Polri selalu mengingat jati dirinya sebagai Polri. Dari kepemimpinan tampak jelas Banu bukanlah tipe orang yang senang menonjolkan diri sendiri. Dia pun selalu mengakui dan mengikuti hal-hal positif yang telah dirintis dan dikembangkan pendahulunya. Itulah sebabnya moto yang dicanangkannya sebagai Kapolri pun "Tekadku Pengabdian Terbaik, Sukses Melalui Kebersamaan, dan Suksesku adalah Senyummu." Dari moto ini terlihat dia mempertahankan moto dari pendahulunya yang memang sudah baik, dan menambahkannya sesuai dengan tuntutan pelayan masyarakat dengan mencanangkan Strategi Peningkatan Pelayan Masyarakat. Banu juga sadar dalam menjalankan tugasnya Polri memerlukan dialog yang terus menerus dengan masyarakatnya. Maka Banu pun mengeluarkan konsep "Senyum, Sapa dan Salam".
Tugas pertamanya di kota Pare-Pare, Sulawesi Selatan. Di kota itu pula dia sempat menjabat Komandan Kompi B, Batalyon 935 Brimob. Dari Pare-Pare, tahun 1967 dia hijrah ke Jakarta melanjutkan studinya di PTIK. Setamat PTIK tahun 1970, Banu ditugaskan di Polda Metro Jaya sebagai Intelijen Zeni untuk membantu Kasi PKN. Dalam hal ini, peran intelijen sungguh vital dalam upaya membersihkan sisa-sisa pelaku G-30-S/PKI. Selain turut dalam pembersihan G-30-S/PKI, dia pun aktif mengawasi Orang Asing dan gerakan-gerakan Ormas yang berfusi untuk menghadapi Pemilu 1971.
Rupanya. dalam perjalanan kariernya Banu sering memperoleh beban tugas yang berat dan menantang. Tempaan pengalaman-pengalaman inilah yang kelak membuatnya memiliki kepemimpinan yang matang. Misalnya dia juga ditugaskan sebagai Perwira Operasi KP-3 Tanjung Priok, yang kala itu terkenal rawan dan penyelundupan merajalela. Betapapun sederet tugas itu terasa berat, tapi dia tetap melaksanakannya dengan baik dan penuh pengabdian. Tahun 1974 dia ditunjuk sebagai Spri Kasum ABRI.
Berikut tahun 1975-1976, dia mengikuti Sespim pada Susreg II di Bandung. Setelah itu menjabat Kabag Samapta di Komtares Malang. Tahun berikutnya, dia menjadi Kapolres Banyuwangi selama dua setengah tahun. Kemudian menjabat Kasi Intelpam di Polda Jawa Timur selama sembilan bulan. Banu lantas dipindahkan ke Polda Sulselra di Ujungpandang dengan jabatan Asisten Intelijen, hingga tahun 1982. Dari sana Banu kembali lagi ke Jawa Barat. Jabatan barunya waktu itu sebagai Asintel Polda Jabar. Lalu menjadi Kapolwil Banten dari tahun 1985 sampai tahun 1986. Dari Banten, dia ditugaskan menjadi Kapolwil Cirebon. Kendati di Cirebon hanya 10 bulan, namun dia sempat membuat prestasi gemilang dengan menggulung sekelompok pelaku pencurian dengan kekerasan yang terjadi di Pom Bensin Tuparev. Ternyata, kasus Tuparev ini merupakan buntut kegiatan ekstrem kanan dengan kategori subversif.
Sejak awal sudah terlihat Banurusman memang cemerlang. Dia selalu berupaya menelurkan gagasan inovatifnya demi kemajuan Polri. Tidak heran bila dia turut aktif dalam membidani manajemen operasional Situpak (Situasi, Tugas, Pelaksanaan, Admi-nistrasi, Komando dan Pengendalian). Setelah menjelajah Pulau Jawa dan Indonesia Timur (Sulawesi), Banu dipromosikan menjadi WakaPolda Sumatera Utara di Medan. Selagi masih menjabat WakaPolda itu, dia dipanggil untuk mengikuti pendidikan Lemhannas dan setelah rampung ditugaskan menjadi WakaPolda Metro Jaya (1989-1990). Kemudian tugas baru selaku Dir Bimmas Polri sudah menunggunya.
Selama di Mabes Polri itu, dia termasuk salah seorang pemrakarsa terbentuknya Bintara Pariwisata dan Babin Kamtibmas. Memasuki tahun 1991, Banurusman meninggalkan Jakarta, dan menjabat Kapolda Jabar di Bandung. Setelah itu dia menjadi Kapolda Metro Jaya, selama 1992 hingga awal 1993. Akhirnya, pada April 1993, Banurusman dilantik oleh Presiden Soeharto menjadi Kapolri menggantikan pendahulunya, Jenderal Polisi Drs Kunarto. Kini, Banu dikaruniai tiga orang anak, seorang putra dan dua orang putri. Sang sulung, anak lelakinya, Urip Witnu Laksana, kini mengikuti jejak ayah-nya menjadi prajurit Polri. Anaknya yang kedua dan ketiga, masing-masing bernama Ratih Jelantik Pustikasari dan Pika Rustia Cempaka. dan sudah dikaruniai 6 orang cucu. Dania laksana , Tania Laksana , Win Wicaksana , almarhum Salwa , Nayla , Dan Davian Satya Danendra. dan salah seorang cucunya yang bernama Tania Laksana juga menggeluti bidang hukum. sekarang ia sedang berkuliah di Universitas Trisakti, Fakultas Hukum.
13. LETNAN JENDERAL POL DIBYO WIDODO
Jenderal Polisi Drs. Dibyo Widodo (lahir di Purwokerto, Jawa Tengah, 26 Mei 1946; umur 65 tahun) adalahKapolri ke 13 yang mempertegas peran kepolisian sebagai pengayom masyarakat. Hal ini sesuai dengan latar belakang tugas yang diemban oleh lulusan PTIK tahun 1975, yang tidak bergeser dari berbagai permasalahan yang selalu muncul di masyarakat. Selama periode kepemimpinannya yang ditandai dengan akan adanya peristiwa penting bagi bangsa dan negara yakni Pemilihan Umum tahun 1997, menunjukkan bahwa ia memang dituntut oleh tugas yang memerlukan disiplin tinggi maupun kerjasama tim yang solid.
Garis kebijakan yang dikeluarkan sejak dilantik tanggal 18 Maret 1996 lalu tertuang dalam butir-butir kebijakan, yaitu: Sosialisasi Gerakan Displin National, Pembentukan/Kerjasama Tim, Konsistensi Pendekatan Hukum, Pelayanan Terbaik dan Amankan dan Sukseskan Pemilu 1997 & Sidang Umum MPR 1998, yang diarahkan untuk mewujudkan penampilan peroranjyan/individu, penampilan satuan dan pennmpilan operasional. Pengalaman lapangan yang luas termasuk daerah yang potensi konfliknya cukup tinggi semacam Surabaya dan Medan, cukup untuk memberi bekal bagi seorang pemimpin dengan beban yang tidak kecil.
Karier
Dibyo Widodo memulai kariernya di kepolisian sejak tanggal 1 Desember 1968 dengan pangkat Inspektur Polisi tingkat II. Mengawali tugas sebagai Perwira Operasi di Komres 1012 Surabaya, kemudian mempersunting Dewi Poernomo Aryanti sebagai isterinya, pasangan tersebut kini dikarunia tiga orang anak, satu diantaranya seorang puteri. Sebagai sosok yang menyusuri kariernya mulai dari jenjang bawah, putra pertama pasangan Drs Soekardi dan Toerniati Sukardi ini pernah menduduki 32 jabatan sebelum sampai puncak kariernya sebagai Kapolri. Hal ini dilalui dengan ketekunan menapaki berbagai jenjang pendidikan maupun kursus dan penataran. Pendidikan umumnya sendiri adalah sampai tingkat SMA pada tahun 1965 yang kemudian dilanjutkan dengan pendidikan di Akademi Angkatan Kepolisian (1968), Bakaloreat PTIK (1972), Doktoral PTIK (1975), Sesko ABRI Bagpol (1981), Lemhannas (1993).
Penyandang brevet Para Brimob Polri, Selam Polri, Selam Angkatan Laut, dan Pandu Udara dari Kopassus Angkatan Darat ini, punya komitmen untuk meningkatkan operasional kepolisian dalam memberantas kejahatan dengan tetap memperhatikan garis-garis kebijakan pendahulunya. Catatan prestasi operasionalnya cukup menonjol ketika bertugas di Operasi Seroja Timor Timur, namun sebenarnya lonjakan kariernya tercatat setelah menyelesaikan tugas sebagai Kapolres Deli Serdang tahun 1986 dan kemudian diangkat sebagai ADC Presiden RIsampai tahun 1992. Berturut-turut setelah itu ia menjabat sebagai Irpolda Sumut, Wakapolda Nusa Tenggara, Wakapolda Metro Jaya, Kapolda Metro Jaya clan kemudian Kapolri.
Semasa menjabat Kapolda Metro Jaya banyak langkah-langkah taktis dilakukan maupun tindakan tegas yang acapkali membuat berdebar anak buahnya karena sikapnya yang menindak segala bentuk penyimpangan di lingkungan Polri maupun dalam menghadapi gangguan kamtibmas di ibukota tak segan-segan bertindak keras tanpa pandang bulu. Untuk melayani dengan cepat segala keluhan masyarakat muncullah gagasan pembentukan satuan Unit Reaksi Cepat atau lebih dikenal dengan singkatan URC, dimana setiap ada laporan dari masyarakat, dalam tempo singkat satuan Polri segera tiba di tempat kejadian.
Satuan khusus ini didukung oleh kendaraan roda empat dan roda dua dengan anggota yang terlatih dan handal sehingga mampu menjadi tulang punggung kesatuan Polri dalam mengantisipasi setiap gangguan kamtibmas sehingga masyarakat benar-benar merasa aman dan tenteram. Kehadiran URC di TKP dengan cepat pertama-tama adalah pengamanan TKP dengan memberikan pita kuning bertanda "DILARANG MELINTAS GARIS POLISI" sehingga semua data, baik berupa sidik jari maupun bukti-bukti yang lain belum terjamah oleh orang lain. Hal ini memudahkan petugas Laboratorium Forensik dalam mengidentifikasi setiap bukti yang ada, dan dengan cepat pula dianalisis untuk mengungkap kejadian guna pengusutan selanjutnya.
Pada masa kepemimpinannya, Polda Metro jaya benar-benar dibuat tidak pernah tidur dan seolah-olah setiap jengkal tanah di wilayah Jabotabek ini selalu terdengar langkah anggota Polri berjalan seirama detak jarum jam. Sebelum menduduki tampuk pimpinan tertinggi Polri, jauh-jauh hari masyarakat telah meramalkan bahwa nanti Jenderal ini pasti segera berpindah kantor dari Semanggi ke Trunojoyo. Namun semua orang juga tak mengira akan secepat itu penyerahan tongkat komando dari Jenderal Polisi Drs. Banurusman kepada Letjen.Pol. Drs. Dibyo Widodo, sehingga masyarakat pun kembali dibuat seolah seperti kejadian yang tiba-tiba. Dengan pengalaman yang lengkap inilah Jenderal Dibyo Widodo mampu melangkah ke jenjang tertinggi di lingkungan Polri.
14. LETNAN JENDERAL POL ROESMANHADI
Jenderal Pol (Purn.) Roesmanhadi (lahir di Madura, Jawa Timur, 5 Maret 1946; umur 65 tahun) adalah mantan Kapolri periode 1998 sampai dengan 2000. Sebelumnya ia adalah Perwira Tinggi Mabes ABRI sebagai Staf Ahli Menhankam Bidang Kamtibmas.
Pendidikan militer yang pernah ditempuh oleh Roesmanhadi adalah, PTIK angkatan 11, Sespim Polisi tahun 1980, Sesko ABRI tahun 1990 dan kursus Lemhannas pada tahun 1992.
Jabatan pertama yang diemban Roesmanhadi setelah lulus PTIK adalah Irdin Res 86 Bandung Polda Jabar pada tahun 1969, kemudian meningkat terus hingga jabatan terakhir sebagai Staf Ahli Menhankam Bidang Kamtibmas yang diembannya sejak 15 Oktober 1997.
Roesmanhadi juga pernah menjabat Wakapolda Kalbar pada tahun 1991, Wakapolda Jatim pada tahun 1992, Kapolda Sumatera Utara pada tahun 1993, Kapolda Jatim pada tahun 1995, Demin Kapolri pada tahun 1996.
15. LETNAN JENDERAL POL RUSDIHARDJO
Letnan Jenderal Kanjeng Pangeran Hario Rusdihardjo (lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 7 Juli 1945; umur 66 tahun) adalah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) dari 4 Januari 2000 hingga 22 September 2000. Setelah tidak lagi menjabat sebagai Kapolri, ia menjadi Duta Besar Indonesia untuk Malaysia dari tahun 2004 hingga 2006.
16. JENDERAL POL SUROYO BIMANTORO
Jenderal Polisi Suroyo Bimantoro (lahir 1 November 1946; umur 65 tahun) adalah Kapolri yang dipilih oleh PresidenAbdurrahman Wahid, akan tetapi ditentang oleh kalangan Polri. Polemik ini dipicu karena diadakannya kembali jabatanWakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia atau wakapolri oleh presiden Abdurrahman Wahid. Kemudian gerakan ini terakomodir oleh para perwira menengah Polri yaitu antara lain Kolonel (Pol) Alfons Lemau yang ingin perubahan dalam tubuh Polri dalam bentuk jabatan Wakapolri ditiadakan. Pada tanggal 21 Juli 2001 Presiden Abdurrahman Wahid memberhentikan Suroyo Bimantoro sebagai Kapolri karena telah diangkat sebagai Duta Besar RI untuk Malaysia dan Melantik Wakapolri Letnan Jenderal (Pol) Chairudin Ismail Sebagai penggantinya.
17. JENDERAL POL CHAIRUDIN ISMAIL
CHAIRUDIN ISMAIL adalah Kapolri yang menggantikan Jenderal Suroyo Bimantoro
18. JENDERAL POL DA'I BACHTIAR
Jenderal Pol (Purn.) Da'i Bachtiar (lahir di Indramayu, Jawa Barat, 25 April 1951; umur 60 tahun) adalah Duta Besar Indonesia untuk Malaysia sejak 8 April 2008, serta KepalaKepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) dari 29 November 2001 hingga 7 Juli 2005.
Bom Bali 2002
Pada 15 Oktober 2002, ia mengumumkan bahwa hasil penyelidikan para penyelidik Indonesia pada lokasi kejadian Bom Bali 2002 telah berhasil menemukan bekas bahan peledak plastik C-4.
19. JENDERAL POL DRS. SUTANTO
Jenderal Polisi (Purn) Drs. Sutanto (lahir di Comal, Pemalang, Jawa Tengah, 30 September 1950; umur 61 tahun) adalah Kepala Badan Intelijen Negara Indonesia sejak 22 Oktober 2009 hingga 19 Oktober 2011. Sebelumnya ia adalah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesiasejak 8 Juli 2005 hingga 30 September 2008.
Lulusan Akabri tahun 1973 ini sebelumnya adalah Kepala Badan Pelaksana Harian (Kalakhar)Badan Narkotika Nasional. Ia pernah menjadi ajudan Presiden Soeharto pada tahun1995–1998, Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sumatra Utara (2000), dan Kapolda Jawa Timur (17 Oktober 2000-Oktober 2002).
Pendidikan
Akabri Kepolisian 1973 (Alumni Terbaik 1973)
Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) 1983
Sespimpol, Lembang, Bandung (1990)
Sus Jur Pa Rengar Hankam, Bandung (1985)
Lemhannas (2000)
Karier
Pamapta Konwiko 74 Jakarta Selatan (1973-1975)
Kapolsek Metro Kebayoran Lama (1978-1980)
Kapolsek Metro Kebayoran Baru (1980)
Komandan Detasemen Provoost Polda Jawa Timur (1990-1991)
Kapolres Sumenep, Jawa Timur (1991-1992)
Kapolres Sidoarjo, Jawa Timur (1992-1994)
Paban Asrena Polri (1994-1995)
Ajudan Presiden Soeharto (1995-1998)
Waka Polda Metro Jaya (1998-2000)
Kepala Polda Sumatera Utara (2000)
Kepala Polda Jawa Timur (17 Oktober 2000-Oktober 2002)
Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri (24 Oktober 2002-28 Februari 2005)
Kepala Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional (28 Februari 2005-Juli 2005)
Kapolri (8 Juli 2005-30 September 2008)
Komisaris Utama PT Pertamina (Januari 2009-21 Oktober 2009)
Kepala Badan Intelijen Negara (21 Oktober 2009 - 19 Oktober 2011
Beberapa peristiwa penting semasa menjabat sebagai Kapolri:
Pencanangan pemberantasan perjudian pada 100 hari pertama menjabat yang terhitung sukses dalam pelaksanaannya
Dibunuhnya buronan terorisme asal Malaysia, Dr. Azahari
Pengungkapan identitas para pelaku Bom Bali 2005
Penyelesaian kasus penyuapan saat penanganan kasus pembobolan Bank BNI, dengan tersangka Brigjen Ismoko, Komisaris BesarIrman Santosa dan Komisaris Jendral Suyitno Landun
20. JENDERAL POL BAMBANG HENDARSO DANURI
Jenderal Polisi (Purn) Drs. H. Bambang Hendarso Danuri, M.M. (lahir di Bogor, Jawa Barat,10 Oktober 1952; umur 59 tahun) adalah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) sejak 1 Oktober 2008 hingga 22 Oktober 2010.
Bambang adalah lulusan Akademi Kepolisian tahun 1974 dan meraih gelar sarjana dariPerguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Jakarta. Ia beristrikan Nanny Hartiningsih dan merupakan adik dari mantan Pangdam I Bukit Barisan Mayjen TNI (Purn.) Tritamtomo.
Karier
Wakasat Sabhara Polresta Bogor Polda Jawa Barat (1975)
Kapolres Jayapura Polda Papua (1993)
Wakapolwil Bogor Polda Jawa Barat (1994-1997)
Kadit Serse Polda Nusa Tenggara Barat (1997-1999)
Kadit Serse Polda Bali (1999-2000)
Kadit Serse Polda Jawa Timur (2000)
Kadit Serse Polda Metro Jaya
Kapolda Kalimantan Selatan (2005)
Kapolda Sumatera Utara (2005-2006)
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri (2006-2008)
Kapolri (1 Oktober 2008-22 Oktober 2010)
21. JENDERAL POL DRS. TIMUR PRADOPO
Jenderal Polisi Drs. Timur Pradopo (lahir di Jombang, Jawa Timur, 10 Januari 1956) adalah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia sejak 22 Oktober 2010. Jenderal bintang empat alumnus Akpol 1978 ini merupakan Kapolri pengganti Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri.
Jenderal Polisi Drs. Timur Pradopo dilantik menjadi Kapolri pada hari Jumat, tanggal 22 Oktober 2010 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, Jakarta.
Pendidikan
AKABRI (AKPOL) 1978
PTIK 1989
SESPIM POLRI 1996
SESPATI POLRI 2001
Riwayat Jabatan
Perwira Samapta Poltabes Semarang
Kasi Operasi Poltabes Semarang
Kapolsekta Semarang Timur
Kabag Lantas Polwil Kedu
Kabag Ops Dit Lantas Polda Metro Jaya
Kasat Lantas Wil Jakarta Pusat
Kapolsek Metro Sawah Besar
Wakapolres Tangerang
Kabag Jianmas Lantas Polda Metro Jaya
Kapolres Metro Jakarta Barat
Kapolres Metro Jakarta Pusat
Kapuskodal Ops Polda Jawa Barat
Kapolwiltabes Bandung Polda Jawa Barat
Kakortarsis Dediklat Akpol
Irwasda Polda Bali
Kapolda Banten
Kaselapa Lemdiklat Polri
Staf Ahli Bid Sospol Kapolri
Kapolda Jawa Barat
Kapolda Metro Jaya
Kabaharkam Polri
21. JENDERAL POL DRS. SUTARMAN
Jenderal Polisi Drs. Sutarman (lahir di Weru, Sukoharjo, Jawa Tengah, 5 Oktober 1957, umur 56 tahun) adalah Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) yang menjabat sejak 25 Oktober 2013 menggantikan Jenderal Timur Pradopo. Sutarman dilantik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, Jakarta pada 25 Oktober 2013
Sebelumnya ia merupakan Kabareskrim Mabes Polri yang menjabat sejak 6 Juli 2011 hingga 24 Oktober 2013. Dia didapuk sebagai orang nomor satu di Bareskrim menggantikan Ito Sumardi Ds yang pensiun.
Jenderal Sutarman tercatat pernah menduduki sejumlah jabatan penting. Pada tahun 2000, dia adalah Ajudan Presiden RI pemerintahan Abdurrahman Wahid. Kemudian akhir 2004, dia menjabat Kapolwiltabes Surabaya, lantas berturut-turut sebagai Kapolda Kepri, Kaselapa Lemdiklat Polri, lalu Kapolda Jabar dan Kapolda Metro Jaya.
Putra pasangan Paidi Pawiro Mihardjo dan Samiyem ini uniknya pernah menggantikan Timur Pradopo (mantan Kapolri) di dua tempat, yakni Polda Jabar dan Polda Metro Jaya, dan akan menggantikan Timur Pradopo untuk yang ketiga kalinya dalam jabatan Kapolri.
Ia menjadi calon tunggal Kapolri setelah diajukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada DPR-RI pada hari Jumat, tanggal 27 September 2013. Surat yang berisi pengusulan alumnus Akpol 1981 itu diterima langsung oleh Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso.
Riwayat Jabatan
Pa Staf Lantas Polres Bandung Polda Jabar (1982)
Kapolsek Dayeuh Polres Bandung Polda Jabar (1982)
Kasat Lantas Polres Sumedang Polda Jabar (1983)
Danki Tar Akpol (1986)
Kasubbag Renset Dit Pers Polda Metro Jaya (1988)
Kapolsek Metro Kebon Jeruk Restro Jakbar (1989)
Kapolsek Metro Penjaringan Restro Jakut (1991)
Paban Muda III / Binkar Spers ABRI (1993)
Kabag Bintibmas Dit Binmas Polda Metro Jaya (1995)
Kapusdalaops Polwil Timor Timur Polda Nusra (1996)
Kapolres Lombok Timur Polda NTB (1996)
Kabag Top / DSP Subdit Diaga Dit Minpers POLRI (1997)
Kabag Diawan / Gassus Subdit Dalkar Minpers POLRI (1997)
Kabag Dalkar Dit Pers Polda Metro Jaya (1997)
Kapolres Bekasi Polda Metro Jaya (1999)
Ajudan Presiden RI (2000-2001)
Kapoltabes Palembang Polda Sumsel (2001-2003)
Dirreskrim Polda Jatim (2003-2004)
Kapolwiltabes Surabaya Polda Jatim (2004-2005)
Kapolda Kepri (2005-2008)
Kaselapa Lemdiklat Polri (2008-2010)
Kapolda Jabar (2010-2011)
Kapolda Metro Jaya (2010)
Kabareskrim Polri (2011-2013)
Kapolri (2013-sekarang)
Selasa, 24 Desember 2013
Biografi Kapolri
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
0 komentar:
Poskan Komentar